Senin, 24 Desember 2018

Bagaimana tentang hukum karma, kutuk keluarga dan solusinya ?

          Ada seorang teman saya yang menanyakan topik ini, hal karma dan kutuk keluarga memang dipercayai sebagai realita dalam kehidupan oleh kebanyakan orang, terutama orang timur. Oleh sebab itu kita perlu mengetahui kebenarannya dan bagaimana solusinya jika hal itu benar-benar dialami oleh banyak orang, entah percaya atau tidak.

          Hukum karma, di dalam kekristenan seringkali disebut sebagai hukum tabur tuai, gambaran umumnya adalah apa yang kita perbuat (tabur), pasti juga akan ada dampaknya terhadap diri sendiri (tuaian), kalau kita menabur apa yang baik, tuaiannya juga baik, dan sebaliknya. Alkitab juga menyatakan bahwa hukum ini memang bersifat universal dan berlaku dalam segala aspek kehidupan manusia baik secara jasmani maupun rohani (Gen 8:22 ; Gal 6:7-8). Jadi tidak penting apakah orang percaya atau tidak, suka atau tidak, setuju atau tidak, hukum ini akan tetap berlaku.

          Solusi untuk menghindari akibat atau dampak yang buruk dari hukum tabur tuai adalah berhenti menabur segala hal yang buruk dan mulai menabur yang baik, maka segala tuaian yang buruk akan berhenti dan digantikan dengan tuaian yang baik (Gal 6-7-9). Apabila kita sudah terlanjur menabur yang buruk, konsekuensinya kita harus tetap mempertanggung jawabkannya, atau siap menanggung akibatnya. Jadi prosesnya, setiap orang dicobai oleh keinginanannya sendiri, dan ketika kita menuruti apa yang buruk, akan melahirkan dosa, dan bila terus-menerus, dosa menjadi matang dan melahirkan tuaian yang buruk (Jas 1:14-15)., Tetapi jika belum terlambat, atau belum matang, kita sadar dan bertobat, maka kita bisa terhindar dari akibat-akibat yang buruk.

          Bagaimana dengan kutuk keluarga? Untuk memahami hal ini, kita harus terlebih dahulu mengetahui apa itu kutuk, Alkitab menyatakan bahwa kutuk itu adalah suatu akibat atau dampak yang buruk karena melanggar hukum-hukum Tuhan, atau sering disebut sebagai taurat (Deut 28:15 ; Gal 3:10), hukum taurat berlaku secara universal untuk menjadi tolok ukur dosa manusia, dan dampaknya turun-temurun (Rom 5:12-14). Jadi sebenarnya dosa dan kutuk ini diawali sebagai akibat dari dosa Adam dan Hawa sebagai manusia pertama, yang kemudian ditularkan kepada semua manusia keturunannya. Artinya semua manusia mewarisi sifat dan perbuatan Adam yang berdosa, dan berada di bawah kutuk maut (Rom 3:23 ; Rom 6:23a). Akibatnya setiap manusia memiliki kelemahan atau cacat bawaan dalam aspek-aspek kehidupan, meskipun tiap-tiap orang berbeda, tetapi pasti ada keburukannya, entah dalam hal moral, kesehatan, kepandaian, kemakmuran, hubungan, dan lain-lain.

          Solusi untuk masalah kutuk dosa ini berbeda dengan hukum tabur tuai, hal ini tidak bisa dihindari dengan kekuatan atau usaha kita sendiri yang sangat terbatas, sebab hal ini akarnya bersifat rohani, suatu kerusakan dan cacat rohani manusia yang permanen, itulah kutuk. Alkitab menyatakan bahwa satu-satunya jalan untuk terbebas dari kutuk dosa adalah melalui pertolongan Tuhan Yesus yang rela menanggung kutuk di atas kayu salib (Gal 3:13-14), setiap orang yang menerima dan percaya kepada Tuhan Yesus akan dilahirkan baru atau menjadi ciptaan baru (John 1:12-13 ; 2 Cor 5:17). Ketika kita lahir baru, otomatis kita terbebas dari segala macam kutuk dosa bawaan dari nenek moyang kita, sebab jati diri kita yang rohani diciptakan ulang secara supranatural menjadi baru oleh Tuhan, tetapi hal ini bersifat pribadi, masing-masing orang bertanggung jawab entah mau menerima atau menolak Tuhan Yesus (untuk lebih jelas baca artikel saya : Apa artinya dilahirkan kembali?).

          Tetapi bagaimana dengan berbagai macam kasus yang bersifat pribadi dan situasional, seperti perbuatan dosa orang tua apakah ada dampak kutuk pada keturunannya, atau berbagai kutuk yang diucapkan manusia terhadap sesamanya apakah juga akan terjadi? Ya tentu saja semuanya itu ada dampaknya, setiap perbuatan dosa ataupun perkataan yang buruk memiliki dampak bagi orang-orang yang berkaitan dengannya, hanya bedanya ada yang berdampak langsung ataupun tidak. Jadi yang kita bicarakan di sini adalah adanya korban dari perbuatan dosa seseorang, bagaimana solusinya?

          Solusi untuk hal ini bersifat pribadi, tergantung bagaimana kita meresponi dan mengelola setiap masalah yang terjadi dalam hidup kita. Misalnya, apabila orang tua korupsi, apakah sang anak harus jadi koruptor juga, meskipun mewarisi sifat genetik dari orang tuanya, tentu saja tidak harus dan tidak otomatis, hal ini sangat tergantung dari cara sang anak meresponi dan mengelola masalah tersebut. Contoh yang lain apabila ada orang mengucapkan banyak kutuk terhadap kita, apakah kutuk itu langsung terjadi? Tentu saja tidak, hal ini tergantung kepada cara kita meresponi dan mengelola perkataan orang tersebut, jika kita percaya dan menerimanya  mentah-mentah dan menganggapnya sebagai kebenaran, maka kutuk tersebut dapat menjadi kenyataan. Tetapi sebaliknya jika kita menolak setiap perkataan kutuk yang ditujukan kepada kita, dan memberkati diri kita sendiri, maka perkataan kutuk itu juga tidak ada dampaknya dalam hidup kita (Prov 4:20-23).