Minggu, 20 Juli 2014

Mengapa Allah tidak mencegah segala hal buruk yang terjadi di dunia ini ?

          Pertanyaan ini sering ditanyakan oleh banyak orang atheis maupun orang kristen sendiri, jika ada Allah yang baik dan maha kuasa, mengapa Ia membiarkan banyak hal buruk terjadi di dunia ini sepanjang sejarah kehidupan manusia? Meskipun kita tidak dapat menyangkal bahwa Allah tidak mencegah segala hal yang buruk, tetapi kita perlu mengetahui bahwa pada mulanya Allah menciptakan segala sesuatu itu sungguh amat baik (Gen 1:31) dan kehendak Allah adalah hanya memberikan kebaikan bagi manusia dengan menempatkan mereka di taman Eden (taman kesukaan) (Gen 2:8-24). Allah memberi manusia kekuasaan atas bumi dan segala ciptaan Allah (Gen 1:26-28), semuanya ini hanya untuk kebaikan manusia, supaya manusia dapat tetap hidup dan menikmati segala hal yang baik, Allah membuat suatu perjanjian agar manusia tidak makan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat, jika melanggarnya maka manusia akan mengalami kematian (Gen 2:16-17). Jika demikian, mengapa saat ini banyak hal buruk terjadi di dunia ini, dan mengapa Allah tidak mencegahnya?

          Pertama, sudah jelas bahwa segala hal yang buruk bukan berasal dari Allah (Jam 1:16-17). Kedua, manusia ditipu iblis jatuh dalam dosa melanggar perjanjian yang diberikan Allah, manusia  makan buah dari pohon pengetahuan yang baik dan jahat (Gen 3:1-6). Ketiga, akibat dari dosa, manusia mengalami maut atau kematian, dan juga segala hal yang buruk (Gen 3:16-24). Semuanya ini memiliki arti bahwa sebenarnya manusia yang diberikan kekuasaan atas bumi dan hak untuk menikmati kehidupan yang baik, tanpa disadari telah memilih untuk meninggalkan semua hal yang baik itu dan mengalami segala hal yang buruk sebagai gantinya. Segala hal yang buruk itu meliputi segala aspek dalam kehidupan manusia, yaitu dalam aspek rohani, jasmani, sosial, budaya maupun lingkungan tempat manusia hidup, manusia hidup dalam berbagai penderitaan dan kesusahan yang tiada habisnya. Tetapi Allah tidak meninggalkan manusia, sebaliknya Allah menghendaki untuk menyelamatkan manusia dari dosa, melalui banyak perjanjian sejak manusia jatuh dalam dosa, sampai akhirnya semua perjanjian itu digenapi di dalam Tuhan Yesus Kristus yang menebus dosa dunia, melalui Kristus manusia dapat diselamatkan dari dosa dan segala akibatnya (John 3:16-18).

          Tetapi masalahnya, setelah Tuhan Yesus menebus dosa dunia, berbagai hal yang buruk masih terjadi di dunia ini, sakit penyakit, kemiskinan, peperangan, kriminalitas, bencana alam, kejahatan dan lain-lain, mengapa Allah tidak menghapuskan semua itu? Pertama, Allah telah menetapkan perjanjian baru bahwa hanya melalui percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, manusia dapat diselamatkan dari dosa (John3:16). Kedua, tidak semua orang mau percaya kepada Tuhan Yesus, sehingga jiwanya tetap dikuasai dosa, jadi jika Allah hendak mencegah atau menghapuskan segala kejahatan yang diperbuat manusia berdosa, berarti Allah juga harus membinasakan semua manusia berdosa, seperti kisah air bah pada jaman Nuh. Ketiga, keadaan bumi yang makin rusak akibat dosa akan memburuk (Isa 51:6), sehingga akan semakin banyak bencana alam, jika Allah hendak mencegah atau menghapuskan segala bencana yang diakibatkan bumi, maka Allah juga harus melenyapkan bumi yang sudah tercemar dosa ini. Memang pada waktunya nanti, Allah berjanji untuk menghakimi semua manusia berdosa (Rev 20:11-15), melenyapkan langit dan bumi yang lama, dan menggantinya dengan langit dan bumi yang baru sebagai tempat kediaman semua orang yang telah menerima anugerah keselamatan (Rev 21:1-8). Jadi jelas bahwa saat ini Allah tidak akan melenyapkan semua orang berdosa dan juga bumi ini, sebab saat ini di dalam kesabaranNya Allah menghendaki agar semua orang berdosa bertobat dan diselamatkan (2 Pet 3:9).

          Apakah setiap orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus dapat diselamatkan dari segala hal buruk akibat dosa selama masih hidup di dunia ini? Tentu saja bisa, tetapi semua kebaikan yang menjadi hak anak-anak Allah tidak terjadi secara otomatis, meskipun segala sesuatu yang baik telah tersedia di dalam Kristus (Rom 8:32), setiap orang percaya harus menggunakan imannya untuk mengaktifkan segala janji-janji Allah selama hidup di dunia ini (1 John 5:4). Memang hal ini tampak ekstrem bagi beberapa denominasi gereja Tuhan, dan banyak orang kristen tidak bisa mempercayai bahwa kita dapat hidup dalam segala kebaikan Tuhan saat ini secara terus menerus. Banyak orang kristen lebih mempercayai bahwa saat ini Tuhan masih menghendaki mereka mengalami banyak hal buruk dalam kehidupan ini sebagai hukuman dan didikan Allah demi untuk kebaikan mereka di masa yang akan datang (Heb 8:5-13). Cara pandang seperti ini tidak tepat dan berbahaya, sebab memberikan kesempatan bagi setiap hal buruk dapat terjadi dalam kehidupan anak-anak Allah. Memang Allah dapat mendidik kita dengan keras demi kebaikan kita, tetapi Alkitab perjanjian baru tidak pernah menyatakan bahwa Allah menggunakan hal-hal buruk yang berhubungan dengan kutuk dosa untuk mendidik kita.

          Tetapi bagaimana dengan kisah Ayub? Mengapa Allah mengijinkan iblis untuk menghancurkan kehidupan Ayub? Apakah iblis berkuasa atas kehidupan semua manusia? Pertama, di dalam perjanjian baru, Allah telah menghancurkan kuasa iblis atas manusia melalui kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus (Ef 2:1-10; Col 2:13-15). Kedua, setiap orang yang percaya kepada Kristus memiliki kuasa untuk mengalahkan iblis dan kuasa kejahatannya, sehingga tidak ada yang dapat membahayakan mereka (Luke 10:19; Jam 4:7). Lalu bagaimana dengan Ayub? Menurut konteksnya, dalam perjanjian lama, Ayub adalah orang benar yang mengasihi Allah, sehingga Allah memberkati dan melindungi ia beserta keluarganya dari segala yang jahat. Tetapi iblis mengajukan tantangan kepada Allah bahwa jika segala berkat dan perlindungan Allah disingkirkan dari kehidupannya, iblis sangat yakin Ayub akan meninggalkan dan mengutuki Allah (Job 1:1-11). Berdasarkan konteks inilah, Allah menerima tantangan iblis untuk membuktikan iman Ayub dengan mengijinkan segala hal buruk terjadi dalam kehidupan Ayub dan keluarganya (Job 1:12-22; Job 2:1-13), melalui perjuangan yang berat, pada akhirnya Ayub tetap setia dan Allah memulihkan kehidupannya (Job 42:1-17). 

          Jadi konteks Ayub ini bersifat khusus dan bukan secara umum akan terjadi pada semua orang yang mengasihi Allah, kisah iman Ayub ini justru membuat iblis kehilangan kemungkinan mendapatkan ijin Allah untuk mencobai orang-orang yang mengasihiNya. Tidak hanya itu, peristiwa Ayub ini diijinkan Allah cukup satu kali saja selamanya untuk memberikan gambaran mengenai Tuhan Yesus Kristus yang tetap setia dan mengasihi Allah Bapa meskipun mengalami penderitaan yang begitu mengerikan ketika mati di atas kayu salib untuk menebus dosa dunia.