Rabu, 16 April 2014

Bagaimana cara berdoa seperti yang diajarkan Tuhan Yesus ?

          Pada umumnya orang kristen mengenal doa yang diajarkan Tuhan Yesus itu adalah doa Bapa kami (the Lord's Prayer) (Mat 6:9-13; Luke 11:1-4), ada banyak pengajaran dari berbagai denominasi gereja mengenai doa ini, beberapa percaya bahwa doa ini memiliki makna yang luas, ada yang memandangnya sebagai dasar dari segala macam topik doa, dan ada pula yang mengajarkan untuk mengucapkan doa ini berulang kali sperti mantera agar menyenangkan Allah, dan masih banyak yang lain. Tapi masalahnya setelah Yesus naik ke surga, Alkitab tidak pernah menyatakan bahwa doa Bapa kami digunakan atau diucapkan di dalam kehidupan gereja mula-mula maupun para rasul seperti yang diajarkan Yesus. Jadi bagaimana sebenarnya cara doa yang dimaksud oleh Tuhan Yesus itu?

          Yesus dengan tidak mengajarkan untuk menghafal "doa Bapa kami", tetapi Yesus mengajar mengenai sebuah cara pandang baru mengenai doa yang bukan didasari oleh suatu ritual atau rutinitas keagamaan, tetapi didasri oleh suatu hubungan yang intim. Ketika Yesus mengajar orang Yahudi yang hidup di bawah hukum taurat (Mat 6:7-13), menurut konteksnya Yesus mengajarkan agar mereka tidak bedoa secara panjang lebar dan bertele-tele, tetapi cukup berdoa langsung pada intinya (to the point), dan Yesus memberi contoh "doa Bapa kami" dengan penutup doa (amen), sebab hubungan mereka dengan Allah sangat terbatas. Tetapi ketika Yesus mengajar murid-muridNya bagaimana seharusnya berdoa, Dia mengajarkan mengenai suatu hubungan yang intim dengan Allah seperti hubungan antara bapa dan anaknya (Luke 11:1-13) tanpa penutup doa. Ini adalah ciri khas doa perjanjian baru, posisi kita adalah sebagai anakNya yang dapat terus berkomunikasi dengan Bapa di surga tanpa dibatasi waktu, tempat, ritual, kondisi atau situasi apapun.

          Secara sederhana, jika kita perhatikan "doa Bapa kami" (Luke 11:1-4), saat itu Yesus sedang memberi contoh bahwa kita dapat mengucapkan doa secara fleksibel kepada Bapa di surga sesuai dengan isi hati, kebutuhan, keinginan, ataupun situasi dan kondisi kita dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita perhatikan isi "doa Bapa kami" yang diajarkan Yesus, kita dapat melihat bahwa konteks doa itu sesuai dengan kondisi umat manusia di dalam perjanjian lama, dimana kerajaan Allah (Roh Kudus) belum datang, manusia harus mengampuni sesamanya terlebih dahulu supaya dapat diampuni oleh Allah, dan juga iblis belum dikalahkan sehingga umat Allah harus minta perlindunganNya dari segala pencobaan (Mat 6:9-13). Tetapi saat ini dalam perjanjian baru, topik doa kita juga harus sesuai dengan kondisi atau fakta yang ada, hal ini jauh berbeda dengan perjanjian lama, sebab sekarang kerajaan Allah telah datang, Yesus telah menebus dosa kita sehingga dosa kita telah diampuni Allah dan iblis telah dikalahkan sehingga gereja Tuhan memiliki kuasa atasnya.

          Jadi di dalam perjanjian baru, kita tidak perlu menghafalkan "doa Bapa kami" untuk diucapkan secara berulang kali seperti mantera, cukup berdoa secara spontan seperti komunikasi yang akrab antara seorang anak dengan bapanya, tetapi ironisnya masih banyak gereja Tuhan yang masih melakukan doa sebagai ritual agamawi tanpa hubungan yang intim dengan Allah, dengan cara doa yang agamawi jangan berharap kita dapat memperoleh respon dari Allah, sebab Allah melihat hati (Mat 15:7-9).