Kamis, 20 Maret 2014

Apakah persepuluhan masih berlaku di masa perjanjian baru? (Bagian 2)

          Pada bagian yang pertama kita sudah mulai memahami bahwa pengajaran mengenai persepuluhan itu banyak yang tidak sesuai konteks Alkitab, pada bagian kedua ini kita akan melihat lebih lanjut untuk memahami apakah praktek persepuluhan sesuai dengan ajaran perjanjian baru. Salah satu ajaran yang terkenal adalah bahwa persepuluhan itu adalah milik Allah, sehingga jemaat harus mengembalikan persepuluhan kepadaNya dengan resiko kena kutuk jika melanggarnya (Mal 3:8-10). Tentu saja hal ini bertentangan dengan ajaran perjanjian baru, sebab semua tuntutan hukum taurat sudah digenapi di dalam umat Allah melalui Kristus sehingga tidak ada kutuk atau penghukuman lagi bagi gereja (Rom 8:1-4). Disamping itu, sebagai pencipta alam semesta, semua emas dan perak adalah milik Allah (Hag 2:8-9), jadi jelas bahwa persepuluhan itu bukan masalah mengembalikan milik Allah, menurut konteksnya kitab Maleakhi itu ditulis supaya bangsa Israel kembali beribadah sesuai dengan apa yang diperintahkan hukum taurat, termasuk kembali memberikan persepuluhan yang sudah lama tidak mereka lakukan.

           Beberapa denominasi gereja mengajarkan persepuluhan kepada jemaat atas dasar bahwa Yesus juga mengajarkan untuk melakukan persepuluhan (Mat 23:23), apakah hal ini benar? Menurut konteksnya, Yesus sedang mengecam para ahli taurat dan orang farisi sebab mereka hanya melakukan sebagian kecil dari hukum taurat saja, seperti persepuluhan, sedangkan hal terpenting seperti keadilan, belas kasihan dan kesetiaan tidak mereka lakukan. Orang yang hidup di bawah hukum taurat harus melakukan seluruh perintahnya tanpa terkecuali (Jam 2:10), jadi sebenarnya Yesus sedang membuktikan bahwa para ahli taurat dan orang farisi itu adalah orang berdosa juga, hal ini bertujuan agar mereka tidak sombong, melainkan bertobat dan menerima kasih karunia Allah. Ironisnya gereja mengambil pengajaran ini dan memerintahkan jemaat untuk menaatinya sehingga tanpa disadari mereka membawa jemaat untuk kembali hidup di bawah hukum taurat beserta berkat dan kutuknya. Tidak heran ada pemimpin gereja yang menyatakan bahwa jika jemaat tidak memberi persepuluhan maka mereka di bawah kutuk hukum taurat (Deut 28:15-68), hal ini jelas bertentangan dengan ajaran perjanjian baru bahwa Tuhan Yesus telah menebus manusia dari kutuk hukum taurat (Gal 3:13).

           Disamping semua penjelasan di atas, juga ada banyak masalah teknis yang akan timbul jika hendak memberikan persepuluhan di jaman perjanjian baru, seperti : apakah jumlah nilai harta harus tepat sepersepuluhnya? untuk tujuan apa? kepada siapa? apakah harus tiap bulan? apa akibatnya jika tidak memberi? dan lain-lain. Pengajaran persepuluhan sebenarnya berlaku hanya di perjanjian lama khususnya di bawah hukum taurat Musa yang mengatur segala sesuatu tentang hal itu (Deut 14:22-29; Deut 26:12-15). Tidak diragukan lagi bahwa setiap jemaat perlu mendukung pelayanan organisasi gereja dalam hal keuangan, tetapi dengan kerelaan hati dan sukacita (2 Cor 9:7), jadi jelas bahwa organisasi gereja tidak seharusnya memungut persepuluhan, melainkan cukup menerima persembahan sukarela dari jemaat untuk segala biaya operasional dan juga upah bagi hamba-hamba Tuhan sepenuh waktu. Tetapi mengenai hukum persepuluhan itu sebenarnya adalah perintah Allah di bawah hukum taurat dan sudah tidak berlaku bagi jemaat perjanjian baru (Luke 16:16), jika organisasi gereja masih memberlakukan persepuluhan bagi jemaat maka itu hanya merupakan kebijakan organisasi, bukan ketentuan dari firman Allah.